29 Jun 2014

Jangan Sampai Ketinggal di Berhala


Pernah dengar Pulau Berhala....?

    Banyak orang yang sudah mendengar namun salah mengerti . Sebab sejauh ini ada dua pulau yang diberi nama Pulau Berhala di Indonesia. Salah satunya di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Salah satu Pulau terluar NKRI ini memiliki luas 14,75 Ha. Sedangkan Pulau Berhala lainnya terletak di antara Provinsi Jambi Dan Kepulauan Riau dan luasnya Hanya 2,5 Ha. Pulau Berhala yang kedua ini yang menjadi tujuan saya kali ini.

    Sebenarnya ini acara kantor sih, tapi saya sangat excited begitu dikasih penawaran apakah acaranya akan berlangsung di Kota jambi atau di Pulau Berhala ini. Tentu saja saya memilih ke Pulau Berhala, walau dengan tambahan biaya pribadi. Bayangan saya tentang sebuah pulau, pantai dan alamnya yang indah jauh lebih menarik untuk di eksplore daripada suasana khas perkotaan di Kota Jambi. Ada beberapa alternatif tempat keberangkatan menuju Pulau berhala ini, antara lain dari kota Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan waktu tempuh 0,5 jam, dari desa Sungai Itik kecamatan Sadu sekitar 1 jam, dan 2-3 jam dari Suak Kandis -  Nipah Panjang dengan menggunakan Spead Boat. Kami sendiri berangkat dari pelabuhan LASDAP di Kuala Tungkal dengan waktu kurang lebih 2,5 jam.

Suasana Pelabuhan Kuala Tungkal

Burung elang yang banyak beterbangan di kawasan pelabuhan

    Terdapat dua jenis speedboat untuk menyeberang, yaitu speedboat jenis terbuka beratap terpal dan speedboat jenis tertutup yang dilengkapi dengan toilet, televisi dan sebagainya. Keduanya sanggup menampung lebih dari 30 orang sekali jalan. Walaupun didalam kapal sudah disediakan kursi yang cukup nyaman, tetapi saya memilih untuk naik ke dek atas kapal menikmati hembusan angin dan beberapa burung yang terbang diatas laut. Selama perjalanan kita disuguhi pemandangan hutan dan Sungai Batang Hari yang merupakan sungai terpanjang dipulau Sumatera. Jangan heran dengan warna air sungai Batanghari yang coklat, sungai Batanghari memang terkenal dengan kandungan lumpur yang tinggi.

    Lebih jauh lagi menyusuri Sungai Batang Hari menuju ke laut atau lebih tepatnya ke Selat Berhala terdapat sebuah pulau kecil yang sudah tampak di kejauhan dengan pemandangannya yang indah. Pulau Berhala ini adalah wisata Pantai yang bernuansa Pulau dan dikelilingi oleh tiga pulau kecil dengan pantainya yang yang landai serta air laut yang biru dan jernih.

Suasana di atas dek kapal

Pulau Berhala nampak didepan mata

  Pulau Berhala memiliki pantai berpasir putih yang belum tercemar dan dihiasi dengan berbagai bentuk batu karang. Pulau Berhala dikelilingi oleh beberapa pulau kecil yang tidak berpenghuni dengan pantainya yang yang landai serta air laut yang biru dan jernih, diantaranya ada Pulau Telur yang dijadikan tempat penyu bertelur pada musimnya dan pulau mercusuar.  Di Pulau mercusuar ada sebuah mercusuar berdiri kokoh sebagai panduan bagi kapal yang melayari selat Berhala karena pulau Berhala dikelilingi oleh sekelompok pulau-pulau kecil. Pulau ini juga memiliki hamparan bebatuan besar seperti Belitung, membuat kami tidak sabar untuk segera mengitarinya. 

    Di pulau ini terdapat beberapa rumah yang bisa disewa. Rumah yang kami dapatkan cukup luas dengan 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, dan 1 kamar mandi. Namun jangan berharap banyak karena rumah ini kosong tanpa perabotan sama sekali dan kondisinya agak kurang terurus. Hanya tersedia sebuah kasur busa ukuran single untuk kami beristirahat. Saran saya, bawa kasur lipat dan perlengkapan tidur lainnya jika ingin mengunjungi Pulau Berhala. Atau bisa mendirikan tenda di pantai, tetapi harus waspada apabila ada air pasang. Untuk makanan, ada beberapa warung milik penduduk yang menyediakan makanan berat maupun makanan ringan dengan harga yang sedikit lebih mahal tentunya daripada di daratan, tetapi masih wajar kok.

Salah satu dermaga di pulau Berhala

  Pulau Mercusuar



Penginapan di pulau



    Nama pulau ini diambil dari nama raja Jambi pada jaman dahulu, Datuk Paduka Berhala, yang makamnya ada di pulau ini, tepatnya di belakang rumah yang kami huni. Untuk menuju ke sana, pengunjung menaiki anak tangga sepanjang 20 meter.  Selain makam, terdapat juga dapur kuno peninggalan jepang dan meriam tua peninggalan penjajahan kolonial belanda. Selesai mendaki bukit yang cukup terjal untuk menengok meriam, kami turun dan menuju ke penangkaran penyu di Desa Riau. Penangkaran ini masih terhitung baru, jadi masih dalam skala kecil. 

 Perjalanan menuju makam Datuk Berhala

 Dapur Peninggalan Jepang

Penangkaran penyu

    Kami pun menelusuri pantai yang landai dan jernih cocok sekali untuk berenang dan berendam. Salah satu spot favorit saya ada di bagian barat pulau ini, yaitu di Pantai Lekuk Medan dimana kita bisa menikmati matahari terbenam disini. Tidak jauh dari pantai ini juga terdapat bukit batu yang merupakan tempat sempurna untuk memotret sunset bagi para pecinta fotografi. Selanjutnya biarlah foto yang bicara... :)


Gerbang yang menyambut kita di dermaga

Narsis dulu sesampai di pantai... :)

Batu-batu besar bergelimangan di pantai


Pantai-pantai kece di pulau Berhala

Pulau Telur dari kejauhan

Langit cerah minim polusi cahaya 

Sunset di pantai Lekuk Medan




 Bermain di pantai


Jangan Sampe Ketinggal di Berhala :)

8 Jun 2014

Candi Cetho, Warisan Leluhur di Lereng Barat Gunung Lawu

    Kota Karanganyar, sebuah Kota kabupaten yang terletak kurang lebih 14 km di sebelah timur kota Solo menyimpan potensi wisata yang luar biasa. Mulai dari wisata budaya sampai ke wisata alam yang berbasis di Gunung Lawu sangat memikat dan menarik untuk dikunjungi. Rencana awal, saya beserta keluarga berencana untuk mengunjungi tempat yang sedang happening yaitu Rumah Teh "Ndoro Dongker" yang terletak di tengah perkebunan teh Kemuning. Namun berhubung pada saat itu bertepatan dengan hari libur dan saya belum melakukan reservasi, maka tidak ada tempat yang tersisa di Ndoro Dongker. Karena sudah kepalang tanggung kami melanjutkan perjalanan ke tempat wisata lain yang terletak tidak begitu jauh dari Kebun Teh ini, yaitu Candi Cetho.

    Berada pada ketinggian 1400 meter di lereng Gunung Lawu, Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar.Candi Hindu ini terkesan misterius dan sangat kental aura spiritualnya. Selain dikarenakan bau dupa yang cukup menyengat dan aneka sesajen yang ada di candi ini, sering juga kabut tebal tiba-tiba turun menyelimuti candi dan kemudian hilang kembali. Perjalanan ke Candi Cetho adalah sebuah tantangan keberanian dan uji nyali tersendiri. Hanya bisa dicapai melalui jalan aspal sempit, menanjak curam dan berkelok-kelok melewati Kebun Teh Kemuning. Rasa was-was dan takut akan terbayar lunas begitu sampai di kompleks candi. Sejuknya udara pegunungan dan indahnya pemandangan alam akan menjadi teman setia menjelajahi Candi Cetho.

Pintu Gerbang masuk Candi yang cukup megah

   

    Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar yang juga adalah nama dusun tempat situs candi ini berada. Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti “jelas”, ini karena di dusun Cetho ini orang dapat melihat dengan sangat jelas pemandangan pengunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejauhan nampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Surakarta dan Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah. Kompleks candi ini masih digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen.
Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar yang juga adalah nama dusun tempat situs candi ini berada.

Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti “jelas”, ini karena di dusun Cetho ini orang dapat melihat dengan sangat jelas pemandangan pengunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejuhan nampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Surakarta dan Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah. - See more at: http://candi1001.blogspot.com/2013/02/sejarah-candi-cetho-karanganyar.html#sthash.FAO81I7c.dpuf

Menikmati pemandangan dari pelataran Candi Cetho

    Sebelum memasuki komplek candi, kita akan disuguhi pemandangan hamparan kebun teh yang cukup luas dan menyejukkan mata. Tetapi harus tetap waspada karena jalan yang sempit dan tanjakan cukup curam menuju kawasan candi. Tidak jauh dari pintu masuk, kita akan menemui sebuah pos dan membayar tiket masuk sebesar Rp 3000 untuk wisatawan lokal dan Rp 10 ribu untuk wisatawan asing. Sempatkan pula untuk menyantap sate kelinci yang banyak dijajakan di lereng Lawu ini.

 Hamparan Kebun teh

 Cukup Rp 3.000,- untuk wisatawan lokal

Jangan lewatkan sate kelinci
Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar yang juga adalah nama dusun tempat situs candi ini berada.

Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti “jelas”, ini karena di dusun Cetho ini orang dapat melihat dengan sangat jelas pemandangan pengunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejuhan nampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Surakarta dan Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah. - See more at: http://candi1001.blogspot.com/2013/02/sejarah-candi-cetho-karanganyar.html#sthash.FAO81I7c.dpuf

    Saat tiba di kompleks Candi Cetho, pengunjung akan disambut dengan kabut serta gapura yang menjulang tinggi dengan anggun, yang identik dengan Pulau Dewata Bali. Dua buah patung penjaga yang berbentuk mirip dengan patung pra sejarah berdiri membisu di bawahnya. Kemudian, di halaman gapura terdapat batu besar yang ditata berbentuk kura-kura raksasa. Ada pula relief menyerupai bagian tubuh manusia yaitu alat kelamin laki-laki yang panjangnya hampir 2 meter. Tak heran bila akhirnya Candi Cetho inipun disebut Candi Lanang.

    Selain itu, relief kisah pewayangan juga tampak terukir di batu-batu besar. Termasuk pula ada beberapa pendopo di kanan kiri areal candi untuk upacara keagamaan Hindu. Kawasan candi ini membentang pada sebuah lahan berundak dan dibangun pada akhir kekuasaan Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Brawijaya V. Candi ini pertama kali ditemukan sebagai reruntuhan batu dengan 14 teras berundak. Namun sekarang hanya tertinggal 13 teras, 9 diantaranya telah dipugar. Masing- masing teras tersebut dibatasi gapura bermotif serupa dengan gerbang utama. Secara keseluruhan, Kompleks bangunan candi ini cukup terawat dan tertata dengan rapi, sampai saat ini Candi Cetho masih dipergunakan oleh penduduk sekitar sebagai tempat beribadah. Mereka meletakkan sesajen di arca-arca kemudian naik ke teras tertinggi untuk ritual keagamaan. Harum bunga sesaji dan dupa ditambah dengan kabut yang sering turun menyelimuti area candi memberi kesan mistis.

Patung penjaga yang menyambut di pintu masuk    

 Salah satu tangga menuju teras


 Taman di dalam candi



Banyak bule yang berkunjung

Bangunan candi yang berada di teras paling atas

 
 Pondok-pondok kayu tempat meletakkan sesaji dan bertapa

Bentuk gapura yang memiliki struktur seragam

Kabut tebal yang sering datang tiba-tiba
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com